Social Icons

Pages

Featured Posts

Rabu, 01 Oktober 2014

Fraktur Pajak

Faktur Pajak Lengkap & Tidak Lengkap

 Sering saya menerima pertanyaan tentang faktur pajak. Pada hakikatnya faktur pajak adalah bukti bahwa pemungutan PPN sudah dilakukan. Dan yang akan saya ulas disini adalah ketentuan pembuatan faktur pajak yang berlaku sejak 1 April 2013 hingga saat ini berjalan. Karena ketentuan untuk sebelum 1 April 2010, atau antara 1 April 2010 s.d 1 April 2013 juga ada perbedaan perlakuan. Cermati agar meminimalisir pelanggaran atas kekeliruan pembuatan faktur pajak.

Contoh Faktur Pajak Lengkap

 Faktur Pajak harus memuat keterangan tentang penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yang paling sedikit mencantumkan: (Pasal 13 (5) UU Nomor 42 Tahun 2009) (Pasal 5 PER-24/PJ/2012

  1. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
  2. Nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan BKP atau JKP (alamat harus jelas, minimal RT RW, keluarahan/desa, kec, kab/kota, kodepos);
  3. Nama, alamat, dan NPWP pembeli BKP atau penerima JKP(alamat harus jelas, minimal RT RW, keluarahan/desa, kec, kab/kota, kodepos);
  4. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
  5. PPN yang dipungut;
  6. PPnBM yang dipungut (jika ada);
  7. Tanggal, Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak (tanda tangan asli, cap/scan tanda tangan tidak dibolehkan).
Dari contoh diatas bagian yang dikotakin biru paling nggak harus ada dan jelas, dan faktur pajak ini bisa dikreditkan oleh pihak pembeli.

Faktur Pajak Tidak Lengkap Yang Tidak Ada Sanksi

Jika diatas adalah contoh faktur pajak yang lengkap maka ada juga istilah faktur pajak tidak lengkap. Sebelum 1 April 2013 masih dikenal istilah faktur pajak cacat, saat ini adanya faktur pajak lengkap atau faktur pajak tidak lengkap. Untuk contoh gambar diatas adalah contoh yang tidak lengkap namun DJP tidak mengenakan sanksi 2% bagi penjual dan bagi pembeli tidak bisa mengkreditkan PPN masukan ini. Apa tujuan ada pengecualian sanksi bagi FP tidak lengkap, biasanya FP model seperti ini dibuat untuk pembeli yang non PKP/non ber-NPWP yang pada dasarnya mereka memang tidak berkepentingan untuk mengkreditkan atas PPN tersebut.  Bagian yang tidak lengkap hanyalah:
  1. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak; ATAU
  2. Nama, alamat, dan Nomor; Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau; penerima Jasa Kena Pajak, serta nama dan tandatangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak untuk Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran.

Faktur Pajak Tidak Lengkap Yang Dikenakan Sanksi dan Tidak Bisa Dikreditkan

Pada faktur pajak yang bisa dikenakan sanksi 2% atas DPP bagi si penerbit adalah yang bagian dari faktur pajaknya tidak mencantumkan sebagian atau keseluruhan data seperti pada contoh gambar faktur pajak lengkap. Sanksinya adalah:
  • 2% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) untuk si penjual, nanti KPP akan menerbitkan STP atas denda ini
  • Bagi si pembeli (CV Ogah-Ogahan) tidak bisa mengkreditkan PPN masukan (Rp.100.000) jika terlanjur mengkreditkan maka diharuskan melakukan pembetulan SPT Masa PPN dan mengeluarkan PPN masukan tersebut akibatnya bagi SPT PPN si pembeli akan menjadi kurang bayar senilai PM yang tidak seharusnya dikreditkan tersebut..
Pada contoh diatas ada 3 bagian yang menyebabkan FP tidak lengkap dan bisa dikenai denda, yaitu:
  1. Nomor Faktur Pajak, di kasus ini asumsinya si penerbit (PT.AA) sudah kehabisan jatah nomor faktur tetapi melanjutkan dengan nomor versinya sendiri (nomor fiktif)
  2. Si pembeli (CV. Ogah-Ogahan) sebenarnya adalah PKP juga, namun si penjual tidak meminta data pembeli secara lengkap sehingga alamatnya tidak ditulis lengkap dan NPWP-nya diisi 00 seharusnya ditulis lengkap dan rinci untuk bagian alamat.
  3. Penandatangan di FP harusnya adalah direktur PT.AA-nya sendiri karena si boss lagi sakit jadi ditandatanganilah oleh staffnya atas nama Dwi Utomo, padahal si staff tsb bukan orang yang ditunjuk sebagai penandatangan dokumen FP.

Bentuk dan Ukuran Faktur Pajak

Pada pasal Pasal 3 PER-24/PJ/2012 disebutkan “Bentuk dan ukuran Faktur Pajak disesuaikan dengan kepentingan PKP” artinya tata letak bisa diluar pakem tapi informasi yang penting harus tertampil dengan jelas. Beberapa wajib pajak yang saya temui mereka menggabungkan invoice dan FP dalam 1 kertas dan tidak masalah sepanjang memenuhi ketentuan FP lengkap.
Bentuk dan ukuran Faktur Pajak ini dapat dibuat sebagaimana contoh pada :
  • Lampiran lA PER-24/PJ/2012 (Untuk FP Rupiah, ya contoh gambar seperti diatas itu)
  • Lampiran IB PER-24/PJ/2012 (Untuk FP dengan keterangan valas)
Contoh bentuk faktur pajak dibawah ini desainnya out of the box tapi sah dan mengakomodir ketentuan agar bisa disebut FP lengkap

 
Demikian ulasan singkat tentang kriteria faktur pajak lengkap, dengan adanya pemberlakuan e-faktur tahun depan khususnya bagi yang usahanya di jawa bali akan mengurangi keteledoran dalam pembuatan faktur pajak sehingga terhindar dari sanksi dan tidak merugikan bagi si pembeli.


Source :  http://amsyong.com/2014/09/faktur-pajak-lengkap-tidak-lengkap-2/

 


 

Tarif Pajak

Tarif Pajak Penghasilan Pribadi dan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Inilah tarif pajak penghasilan pribadi dan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang diberlakukan sejak 1 Januari 2013, yang bisa Anda gunakan untuk menghitung pajak penghasilan Anda.
Sesuai dengan Pasal 17 ayat 1, Undang-Undang No. 36 tahun 2008 (Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan), maka tarif (potongan) pajak penghasilan pribadi adalah sebagai berikut.

Lapisan Penghasilan Kena Pajak (Rp)
Tarif Pajak
Sampai dengan 50 juta
5%
Di atas 50 juta sd 250 juta
15%
Di atas 250 juta sd 500 juta
25%
Di atas 500 juta
30%

Tarif pajak di atas diberlakukan setelah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dikurangi dari penghasilan bersih yang disetahunkan.
PTKP berbeda untuk status pekerja yang berbeda. Sesuai dengan Pasal 7 ayat 1, Undang-Undang No. 36 tahun 2008, yang besarnya kemudian dirubah sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.011/2012 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak, bagi pekerja yang belum kawin, PTKP adalah Rp24.300.000. Catata: Lihat juga Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2012 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi. 
Bila pekerja kawin, ada penambahan Rp2.025.000 untuk PTKP.
Bila pekerja mempunyai anak, ada penambahan PTKP sebesar Rp2.025.000 untuk setiap anak dan hanya berlaku sampai anak yang ketiga.
Tidak ada penambahan PTKP untuk anak ke-empat dan seterusnya.
Bila istri bekerja, PTKP pekerja tetap sama, yaitu Rp24.300.000 dan tarif pajak penghasilan tetap sama.

Berikut adalah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) untuk status pekerja yang berbeda.

Status Pekerja
PTKP (Rp)
Belum Kawin
24.300.000
Kawin, anak 0
26.325.000
Kawin, anak 1
28.350.000
Kawin, anak 2
30.375.000
Kawin, anak 3
32.400.000

Itulah potongan pajak penghasilan pribadi dan Penghasilan Tidak Kena Pajak yang dapat Anda gunakan untuk menghitung pajak penghasilan pribadi Anda.


source : http://www.putra-putri-indonesia.com/tarif-pajak-penghasilan.html

Pajak Badan dalam Negeri Berbentuk Perseroan Terbuka

Fasilitas Penurunan Tarif Pajak Penghasilan Bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri Berbentuk Perseroan Terbuka

 
 

Bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri yang berbentuk Perseoran Terbuka dapat memperoleh fasilitas berupa penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 5% dari tarif normal atau tarif PPh nya menjadi sebesar 20%. 
Untuk memperoleh fasilitas penurunan tarif tersebut, Wajib Pajak Badan Dalam Negeri berbentuk Perseroan Terbuka harus memenuhi persyaratan: (1) paling sedikit 40% jumlah keseluruhan saham yang disetor dicatat untuk diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan masuk dalam penitipan kolektif di lembaga penyimpanan dan penyelesaian; (2) saham-saham tersebut harus dimiliki oleh paling sedikit 300 pihak dengan ketentuan masing-masing pihak hanya boleh memiliki saham kurang dari 5% dari keseluruhan saham yang ditempatkan dan disetor penuh; dan (3) Ketentuan pada butir (1) dan (2) harus dipenuhi dalam jangka waktu paling singkat 183 hari kalender dalam jangka waktu satu Tahun Pajak.
Fasilitas atau insentif berupa penurunan tarif ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 Tahun 2013 tentang Penurunan Tarif Pajak Penghasilan Bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri Yang Berbentuk Perseoraan Terbuka yang ditetapkan tanggal 21 November 2013 dan mulai berlaku sejak Tahun Pajak 2013.  Peraturan Pemerintah ini juga merupakan amanat dari Pasal 17 ayat (2b) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.
Fasilitas penurunan tarif ini diharapkan dapat meningkatkan peranan pasar modal sebagai sumber pembiayaan dunia usaha dan mampu mendorong peningkatan jumlah perseroan terbuka serta meningkatkan kepemilikan publik pada perseoran terbuka tersebut.
Bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri Berbentuk Perseoran Terbuka yang ingin memanfaatkan fasilitas ini dapat dilakukan secara self assessment pada saat penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) PPh Wajib Pajak Badan dengan melampirkan persyaratan yang diperlukan.

source : http://www.pajak.go.id/content/fasilitas-penurunan-tarif-pajak-penghasilan-bagi-wajib-pajak-badan-dalam-negeri-berbentuk

Menghitung Pajak Penghasilan

Langkah-Langkah Menghitung Pajak Penghasilan Pribadi (PPh21)

 
 

Pada prinsipnya, menghitung pajak penghasilan pribadi dilakukan pada akhir tahun, yaitu setelah Anda mendapatkan seluruh data-data penghasilan pada tahun berjalan.
Bila Anda bekerja pada perusahaan, pada awal tahun Anda akan mendapatkan Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan SPT Tahunan (1721-A) dari bagian Sumber Daya Manusia tentang penghasilan total Anda pada tahun berjalan, pajak penghasilan yang telah disetor ke negara dan informasi lainnya untuk Anda gunakan mengisi Form Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak.
Bila pekerja ingin bagaimana menghitung (kalkulasi) pajak penghasilan pribadi tiap bulan, berikut adalah langkah-langkah yang dapat membantu. Langkah-langkah ini telah disesuaikan dengan Undang-Undang No. 36 tahun 2008 (Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan) dengan asumsi bahwa pekerja tidak punya penghasilan lain.
Pertama, hitunglah penghasilan bruto Anda setiap bulan.
Yang termasuk penghasilan bruto pada bulan berjalan adalah gaji pokok (basic salary), tunjangan transport (bila ada), tunjangan perumahan (bila ada), premi Jaminan Kecelakaan Kerja, premi Jaminan Kematian, premi asuransi kesehatan dan tunjangan lainnya yang sifatnya teratur.
Selain itu, uang lembur, uang perjalanan dinas, bonus, uang cuti, tunjangan hari raya dan tunjangan lain merupakan bagian dari penghasilan bruto Anda. Semua komponen penghasilan kotor ini dijumlahkan.
Kedua, hitung total pengurang.
Yang termasuk pengurang adalah biaya jabatan , iuran pensiun (bila Anda ikut), dan iuran Jaminan Hari Tua. Biaya jabatan besarnya 5% dari gaji pokok; iuran pensiun biasanya 2 % dari gaji pokok, sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Bila Anda ikut Program Jamsostek, iuran Jaminan Hari Tua biasanya sebesar 5.7 % dari gaji pokok setiap bulan; 3.7 % ditanggung perusahaan dan 2 % ditanggung pekerja.
Ketiga, hitung penghasilan bersih (netto) sebulan.
Penghasilan netto adalah penghasilan bruto (dari Langkah No. 1) kurang total pengurang (dari Langkah No. 2)
Keempat, hitung penghasilan bersih setahun.
Untuk menghitung potongan pajak penghasilan pribadi, penghasilan bersih per bulan disetahunkan dulu, yaitu penghasilan bersih (dari Langkah No. 3) dikalikan 12.
Besarnya PTKP tergantung dari status pekerja (Wajib Pajak). Ada perbedaan PTKP antara yang belum kawin, kawin dan belum punya anak (K-0), kawin dan punya anak 1 (K-1), kawin dan punya anak dua (K-2), dan kawin dan punya anak 3 (K-3).
Keenam, hitung Penghasilan Kena Pajak.
Penghasilan kena pajak adalah penghasilan bersih setahun (dari Langkah No. 4) dikurang Penghasilan Tidak Kena Pajak (dari Langkah No. 5)
Ketujuh, hitung pajak penghasilan pribadi sesuai dengan tarif pajak penghasilan yang berlaku.
Pajak Penghasilan adalah Penghasilan Kena Pajak (dari Langkah No. 6) dikalikan dengan Tarif Pajak Penghasilan Pribadi
Kedelapan, hitung pajak penghasilan pribadi pada bulan berjalan.
Menghitung pajak penghasilan pribadi pada bulan berjalan adalah membagi total pajak setahun (dari Langkah No. 7) dengan 12.
Dengan mengetahui pajak penghasilan pada bulan berjalan, Anda dapat menghitung penghasilan bersih setelah dipotong pajak, yaitu penghasilan bersih pada bulan berjalan (dari Langkah No. 3) dikurang pajak penghasilan pada bulan berjalan (dari Langkah No. 8). Untuk membantu, Anda dapat mempelajari contoh menghitung pajak penghasilan pribadi (PPh 21).

source : http://www.putra-putri-indonesia.com/menghitung-pajak-penghasilan.html

Pajak Bumi dan Bangunan



Pengertian

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Pajak Negara yang dikenakan terhadap bumi dan atau bangunan berdasarkan Undang-undang nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang nomor 12 Tahun 1994.
PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan atau bangunan. Keadaan subjek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak.

Objek PBB
Objek PBB adalah “Bumi dan atau Bangunan”:
  1. Bumi: Permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada di pedalaman serta laut wilayah Indonesia. Contoh: sawah, ladang, kebun, tanah, pekarangan, tambang.
  2. Bangunan: Konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan. Contoh: rumah tempat tinggal, bangunan tempat usaha, gedung bertingkat, pusat perbelanjaan, emplasemen, pagar mewah, dermaga, taman mewah, fasilitas lain yang memberi manfaat, jalan tol, kolam renang, anjungan minyak lepas pantai.
Objek Pajak Yang Tidak Dikenakan PBB
Objek pajak yang tidak dikenakan PBB adalah objek yang :
  1. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dibidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan, seperti mesjid, gereja, rumah sakit pemerintah, sekolah, panti asuhan, candi.
  2. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan itu.
  3. Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak.
  4. Digunakan oleh perwakilan diplomatik berdasarkan asas perlakuan timbal balik.
  5. Digunakan oleh badan dan perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.
Subjek Pajak dan Wajib Pajak
Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata:
  • mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau;
  • memperoleh manfaat atas bumi, dan atau;
  • memiliki bangunan, dan atau;
  • menguasai bangunan, dan atau;
  • memperoleh manfaat atas bangunan
Wajib Pajak adalah Subjek Pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak.

Cara Mendaftarkan Objek PBB
Orang atau Badan yang menjadi Subjek PBB harus mendaftarkan Objek Pajaknya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) yang wilayah kerjanya meliputi letak objek tersebut, dengan menggunakan formulir Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) yang tersedia gratis di KPP atau KP2KP setempat.

Dasar Pengenaan PBB
Dasar pengenaan PBB adalah “Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)”. NJOP ditetapkan per wilayah berdasarkan keputusan Menteri Keuangan dengan mendengar pertimbangan Bupati/Walikota serta memperhatikan :
  1. harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar;
  2. perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya;
  3. nilai perolehan baru;
  4. penentuan Nilai Jual Objek Pajak pengganti.
Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)
NJOPTKP adalah batas NJOP atas bumi dan/atau bangunan yang tidak kena pajak. Besarnya NJOPTKP untuk setiap daerah Kabupaten/Kota setinggi-tingginya Rp 12.000.000,- dengan ketentuan sebagai berikut :
  1. Setiap Wajib Pajak memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak satu kali dalam satu Tahun Pajak.
  2. Apabila Wajib Pajak mempunyai beberapa Objek Pajak, maka yang mendapatkan pengurangan NJOPTKP hanya satu Objek Pajak yang nilainya terbesar dan tidak bisa digabungkan dengan Objek Pajak lainnya.
Dasar Penghitungan PBB
Dasar penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP).
Besarnya persentase NJKP adalah sebagai berikut :
  1. Objek pajak perkebunan adalah 40%
  2. Objek pajak kehutanan adalah 40%
  3. Objek pajak pertambangan adalah 40%
  4. Objek pajak lainnya (pedesaan dan perkotaan):
    • apabila NJOP-nya≥ Rp1.000.000.000,00adalah 40%
    • apabila NJOP-nya < Rp1.000.000.000,00 adalah 20%
Tarif PBB
Besarnya tarif PBB adalah 0,5%
Rumus Penghitungan PBB
Rumus penghitungan PBB = Tarif x NJKP
  1. Jika NJKP = 40% x (NJOP - NJOPTKP) maka besarnya PBB
    • = 0,5% x 40% x (NJOP-NJOPTKP)
    • = 0,2% x (NJOP-NJOPTKP)
  2. Jika NJKP = 20% x (NJOP - NJOPTKP) maka besarnya PBB
    • = 0,5% x 20% x (NJOP-NJOPTKP)
    • = 0,1% x (NJOP-NJOPTKP)
Tempat Pembayaran PBB
Wajib Pajak yang telah menerima Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Tagihan Pajak (STP) dari KPP Pratama atau disampaikan lewat Pemerintah Daerah harus melunasinya tepat waktu pada tempat pembayaran yang telah ditunjuk dalam SPPT yaitu Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro.

Saat Yang Menentukan Pajak Terutang
Saat yang menentukan pajak terutang adalah adalah keadaan Objek Pajak pada tanggal 1 Januari. Dengan demikian segala mutasi atau perubahan atas Objek Pajak yang terjadi setelah tanggal 1 Januari akan dikenakan pajak pada tahun berikutnya.
Contoh:
A menjual tanah kepada B pada tanggal 2 Januari 2010. Kewajiban PBB Tahun 2010 masih menjadi tanggung jawab A. Sejak Tahun Pajak 2011 kewajiban PBB menjadi tanggung jawab B. Perubahan atas Objek Pajak yang terjadi setelah tanggal 1 Januari akan dikenakan pajak pada tahun berikutnya.
Lain-lain
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3569) yang terkait dengan peraturan pelaksanaan mengenai Perdesaan dan Perkotaan masih tetap berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2013, sepanjang belum ada Peraturan Daerah tentang Pajak Bumi dan Bangunan yang terkait dengan Perdesaan dan Perkotaan.


source : http://www.pajak.go.id/content/seri-pbb-ketentuan-umum-pajak-bumi-dan-bangunan-pbb

Jenis Pajak



Jenis dan Macam Pajak di Indonesia


Jenis Pajak
Secara umum, pajak yang berlaku di Indonesia dapat dibedakan menjadi Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak Pusat adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat yang dalam hal ini sebagian dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak - Departemen Keuangan. Sedangkan Pajak Daerah adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah baik di tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota.
Pajak-pajak Pusat yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak meliputi :
1. Pajak Penghasilan (PPh) PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak. Yang dimaksud dengan penghasilan adlah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang berasal baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat digunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Dengan demikian maka penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan lain sebagainya.
2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean. Orang Pribadi, perusahaan, maupun pemerintah yang mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dikenakan PPN. Pada dasarnya, setiap barang dan jasa adalah Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang PPN. Tarif PPN adalah tunggal yaitu sebesar 10%. Dalam hal ekspor, tarif PPN adalah 0%. Yang dimaksud Dengan Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, peraian, dan ruang udara diatasnya.
3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM) Selain dikenakan PPN, atas barang-barang kena pajak tertentu yang tergolong mewah, juga dikenakan PPn BM. Yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah adalah :
a. Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok; atau b. Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; atau c. Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi; atau d. Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status; atau e. Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta mengganggu ketertiban masyarakat.
4. Bea Meterai Bea Meterai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen, seperti surat perjanjian, akta notaris, serta kwitansi pembayaran, surat berharga, dan efek, yang memuat jumlah uang atau nominal diatas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan.
5. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) PBB adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan atau bangunan. PBB merupakan Pajak Pusat namun demikian hampir seluruh realisasi penerimaan PBB diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota.
6. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Seperti halnya PBB, walaupun BPHTB dikelola oleh Pemerintah Pusat namun realisasi penerimaan BPHTB seluruhnya diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan.
Pajak-pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota antara lain meliputi :
1. Pajak Propinsi a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air; b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air; c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bemotor; d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.
2. Pajak Kabupaten/Kota a. Pajak Hotel; b. Pajak Restoran; c. Pajak Hiburan; d. Pajak Reklame; e. Pajak Penerangan Jalan; f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C; g. Pajak Parkir.
Semoga menambah wawasan kita. Amien


Source : http://pelayanan-pajak.blogspot.com/2009/08/jenis-dan-macam-pajak-di-indonesia.html

Fungsi Pajak



Fungsi Pajak


Ada beberapa fungsi pajak yaitu:

  • Fungsi pajak yang pertama adalah sebagai fungsi anggaran atau penerimaan (budgetair): pajak merupakan salah satu sumber dana yang digunakan pemerintah dan bermanfaat untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran. Penerimaan negara dari sektor perpajakan dimasukkan ke dalam komponen penerimaan dalam negeri pada APBN.
  • Fungsi pajak yang kedua adalah sebagai fungsi  mengatur (regulerend) : pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Contohnya adalah pengenaan pajak yang lebih tinggi kepada barang mewah dan minuman keras.
  • Fungsi pajak yang ketiga adalah sebagai fungsi stabilitas : pajak sebagai penerimaan negara dapat digunakan untuk menjalankan kebijakan-kebijakan pemerintah. Contohnya adalah kebijakan stabilitas harga dengan tujuan untuk menekan inflasi dengan cara mengatur peredaran uang di masyarakat lewat pemungutan dan penggunaan pajak yang lebih efisien dan efektif.
  • Fungsi pajak yang keempat adalah fungsi redistribusi pendapatan : penerimaan negara dari pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran umum dan pembangunan nasional sehingga dapat membuka kesempatan kerja dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.

Source : http://pajakkoe.blogspot.com/2013/01/fungsi-dan-klasifikasi-pajak.html


 

Sample text

Sample Text

 
Blogger Templates